SERI 4 : WAWASAN KEBANGSAAN

Berikut beberapa faktor pemengaruh kuat yang patut menjadi perhatian kita. Dalam hal ini faktor-faktor yang tertera ini dapat menjadi faktor positif, faktor negatif ataupun kedua-duanya.

GLOBALISASI. Fenomena globalisasi menantang kekuatan penerapan unsur jati diri bangsa Indonesia melalui agen budaya luar sekolah terutama media massa.Samuel Huntington (1997) futurolog pertama yang mensinyalir munculnya perbenturan antar masyarakat “di masa depan” yang banyak terjadi dalam bentuk perbenturan peradaban “clash of civilisation.”Hal ini merupakan perwujudan dari menguatnya identity revolution.Batas-batas identitas (etnis, agama, ras, antar golongan) yang selama rezim orde baru ditabukan sebagai SARAjustru bangkit sebagai sebuah kekuatan basis. Perkembangan masyarakat global, batas wilayah negara dalam arti geografis dan politik relatif tetap. Namun kehidupan suatu negara tidak dapat lagi membatasi kekuatan global yang berupa informasi, inovasi, industri, dan konsumen yang makin individualistis.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI INFORMASI. Perkembangan TKI telah mengubah dunia menjadi kampung dunia (global village). Dunia menjadi transparan tanpa mengenalbatas negara. Kondisi demikian berdampak pada seluruh aspek kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini mempengaruhi polapikir, pola sikap, dan pola tindak masyarakat Indonesia. Perubahannilai terjadi di masyarakat bebarengan dengan generasi muda yang lebih tertarik budaya baru yang dibawa globalisasi melalui TKI.Usaha lembaga pendidikan (lemdik) dan keluarga Indonesia dalam melakukan pembinaan jati diri bangsa digerus unsur budaya baru. Pada diri generasi muda terjadikonflik untuk menerima apa yang disampaikan pihak lemdik/keluarga dengan apa yangditerima dari agen budaya luar, terutama internet. Evolusiglobal sedang berlangsung kearah budaya pascamodern. Implikasinya sukar bagilemdik/keluarga untuk mengekalkan apa yang telah dibinakan pada generasi muda tanpa kerjasama pada tataran makro dengan agen-agen budaya luar yang berpengaruh.

DAYA ADAPTASI. Setiap kehidupan di dunia tergantung kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dalam arti luas. Manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktiftidak sekadar mengandalkan hidup pada kemurahan lingkungan hidupnya. Budi daya dalam memanfaatkan akal dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan membina hubungan antar sesama anggota masyarakat dan mengelola lingkungan sebagai sumber dalam memenuhi kehidupannya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan melembaga dalam struktur sosial dan kebudayaan. Karena kemampuan beradaptasi secara aktif, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya. Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan dengan lingkungannya telah membuka peluang bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban. Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan.

1. Perilaku setiap orang dalam kelompok selalu mengacu pada pola pikirnya. Orang Amerika dan Cina mempunyai pola pikir berbeda dalam hal makan, sehingga cara makan, makanan dan alat makan sangat berbeda. Orang Amerika makan beef steak dengan pisau dan garpu, orang Cina makan bakmi berkuah dengan sumpit dan menghirup kuahnya langsung dari mangkuk. Cara makan orang Cina bisa dianggap tidak sopan bagi orang Amerika, sementara cara makan orang Amerika merepotkan bagi orang Cina.Akan tetapi tidak berarti bahwa orang Amerika tidak bisa belajar cara makan Cina atau sebaliknya. Individu-individu dari kedua kelompok etnik bisa saling mempelajari perilaku etnik lain dan mempraktikkannya, tetapi tidak harus mengadopsi kebudayaannya. Dengan demikian di Jogjakarta, mahasiswa Cina menggunakan pisau dan garpu ketika makan beef steak di restoran internasional, sementara mahasiswa AS makan dengan sumpit di restoran Cina.

2. Berikut ini sederet contoh dapat dikemukakan tentang perilaku adaptasi yang tidak diikuti perubahan pola pikir budaya. Misalnya, orang Indonesia bisa antri di Singapura, tetapi tidak antri begitu kembali di negeri sendiri, orang bisa tepat waktu ketika mau pergi naik pesawat terbang atau menonton bioskop, tetapi terlambat ke kuliah atau kantor. Begitu juga (sudah menjadi rahasia umum), turis Arab di Jakarta minum bir dan minta disediakan wanita, tetapi kembali alim di negerinya sendiri. Sebaliknya, “senakal-nakal”-nya orang Indonesia, akan sangat alim ketika naik haji di Arab Saudi, tetapi kembali “nakal” begitu pulang ke Indonesia.

MELIHAT SERI 1 : WAWASAN KEBANGSAAN
MELIHAT SERI 2 : WAWASAN KEBANGSAAN
MELIHAT SERI 3 : WAWASAN KEBANGSAAN

BERSAMBUNG KE SERI 5 : WAWASAN KEBANGSAAN